Pada Tanggal 16 September 2013 SMAN 2 Cianjur mengundang Baur SIM untuk dapat memberikan informasi kepada para siswa yang ingn memiliki SIM
Senin, 16 September 2013
Senin, 19 Agustus 2013
Berita Duka
Telah berpulang ke Rahmatullah, ibunda dari Ibu Ena Rustina Guru SMAN 2 Cianjur pada hari Minggu pukul 17.00 karena sakit, semoga amal baik almarhumah membawanya ketempat yang terbaik di sisi Allah dan Ibu Ena beserta keluarga senantiasa diberi kesabaran, amin
Apel Setelah Idul fitri
Pada tanggal 19 Agustus 2013 SMAN 2 Cianjur kembali beraktifitas seperti biasa setelah libu Idul fitri 2013
Rabu, 12 Juni 2013
UAS Semester 2 SMAN 2 Cianjur
Menjelang kenaikan kelas tahun pelajaran 2012-2013 SMA Negeri 2 Cianjur mengadakan UAS tanggal 7 sampai 13 Juni 2013
Rabu, 08 Mei 2013
Satria Siliwangi
Dalam rangka pasanggiri ibing pencak silat se-Kabupaten Cianjur yang dilaksanakan pada tanggal 4 Mei 2013 adalam rangka memperingatai Hari Pendidikan di Pameran Pendidikan harimart
, Satria Siliwangi mengirimkan 2 peserta yaitu Diana dan Ahmad, hasilnya Ahmad meraih juara pertama dan Diana juara harapan ketiga
, Satria Siliwangi mengirimkan 2 peserta yaitu Diana dan Ahmad, hasilnya Ahmad meraih juara pertama dan Diana juara harapan ketiga
Selasa, 19 Februari 2013
Sudut Pandang
SUDUT
PANDANG DALAM CERITA; PEMBELAJARAN
Oleh Ardyan Amroellah
Apa yang anda lihat dan rasakan ketika
menonton sepak bola? Sebagai penonton, perasaan anda jelas berbeda dengan apa
yang dilihat dan dirasa oleh si pemain yang timnya menang atau malah si pemain
yang timnya kalah. Akibat dari kejadian itupun akan berbeda bagi anda, si
pemain yang menang, dan si pemain yang kalah. Oleh sebab itu sudut pandang
adalah krusial dalam mempengaruhi penyajian cerita dan alurnya. Sudut pandang
(point of view) sendiri memiliki pengertian sebagai cara penulis menempatkan
dirinya di dalam cerita. Secara mudah, sudut pandang adalah teknik yang dipilih
penulis untuk menyampaikan ceritanya. Berikut ini macam–macamnya:
1. Sudut
Pandang Orang Pertama Tunggal.
Penulis sebagai pelaku
sekaligus narator yang menggunakan kata ganti “aku’.
A. “Aku” sebagai tokoh utama.
Penulis adalah “aku ”sebagai tokoh utama cerita dan mengisahkan dirinya sendiri, tindakan, dan kejadian disekitarnya. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan “aku” sebagai narator sekaligus pusat cerita.
Contoh:
Seorang lelaki tua memanggilku sepuluh menit lalu di ruang pribadinya di lantai paling atas pada gedung megah biru dunker, inti kampusku. Dia duduk pongah di kursi busa berukir khas jepara dibalik meja. Senyumnya mahal, semahal kursi itu. Kucoba duduk santai dihadapnya, sambil melirik buku yang tadi dibantingnya. Gagasan, itu tulisan di sudut kanan atas sampul depan. Mendesah sebelum kualirkan mata ke tanda pengenal meja disebelah buku itu, tulisan cerlang bereja Rektor pongah menatapku. Kulengoskan kepala keluar jendela, sementara mulutnya terus mengumpat. Soal buku itu, tentu juga soal aku. (Rektor Itu Ayahmu, Sayang? – Ardyan Amroellah)
Catatan:
A. “Aku” sebagai tokoh utama.
Penulis adalah “aku ”sebagai tokoh utama cerita dan mengisahkan dirinya sendiri, tindakan, dan kejadian disekitarnya. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang dilihat, didengar, dialami, dan dirasakan “aku” sebagai narator sekaligus pusat cerita.
Contoh:
Seorang lelaki tua memanggilku sepuluh menit lalu di ruang pribadinya di lantai paling atas pada gedung megah biru dunker, inti kampusku. Dia duduk pongah di kursi busa berukir khas jepara dibalik meja. Senyumnya mahal, semahal kursi itu. Kucoba duduk santai dihadapnya, sambil melirik buku yang tadi dibantingnya. Gagasan, itu tulisan di sudut kanan atas sampul depan. Mendesah sebelum kualirkan mata ke tanda pengenal meja disebelah buku itu, tulisan cerlang bereja Rektor pongah menatapku. Kulengoskan kepala keluar jendela, sementara mulutnya terus mengumpat. Soal buku itu, tentu juga soal aku. (Rektor Itu Ayahmu, Sayang? – Ardyan Amroellah)
Catatan:
·
Tokoh “aku” tak mungkin
mengungkapkan perasaan atau pikiran tokoh lain kecuali dengan perkiraan.
·
Penulis harus memahami
tokoh “aku” sesuai karakternya. Misalnya soal bahasa, perlu dilihat
apakah “aku” adalah orang tua atau anak muda. Itu akan mempengaruhi gaya bahasa
yang diucapkan.
·
Mengenali dengan baik
karakter “aku” adalah keharusan..
B.
“Aku” sebagai tokoh bukan utama.
Penulis adalah “aku ” dalam cerita tapi bukan tokoh utama. Keberadaan “aku” hanya sebagai saksi/kawan tokoh utama. “Aku” adalah narator yang menceritakan kisah yang dialami tokoh lain yang menjadi tokoh utama.
Contoh:
Aku sudah mengetahui wajahnya sejak lama, sejak sekitar dua tahun lalu. Seminggu sekali dia datang ke salon itu, selalu. Aku kerap tertawa saat ingat kali pertama aku melihatnya. Lusuh, kusam, dekil, sama sekali tak berwarna. Tapi aku tahu, dia bak mutiara jatuh dalam kotoran dan ketakberuntungan. Tinggal membasuhnya saja sebelum moncernya kembali. Dan rupanya dia tahu bagaimana cara memelihara diri. Terbukti, tak ada tanda kekusaman yang muncul. Aih, aku jadi iri. (Mimpimu Apa? – Ardyan Amroellah)
Catatan:
Penulis adalah “aku ” dalam cerita tapi bukan tokoh utama. Keberadaan “aku” hanya sebagai saksi/kawan tokoh utama. “Aku” adalah narator yang menceritakan kisah yang dialami tokoh lain yang menjadi tokoh utama.
Contoh:
Aku sudah mengetahui wajahnya sejak lama, sejak sekitar dua tahun lalu. Seminggu sekali dia datang ke salon itu, selalu. Aku kerap tertawa saat ingat kali pertama aku melihatnya. Lusuh, kusam, dekil, sama sekali tak berwarna. Tapi aku tahu, dia bak mutiara jatuh dalam kotoran dan ketakberuntungan. Tinggal membasuhnya saja sebelum moncernya kembali. Dan rupanya dia tahu bagaimana cara memelihara diri. Terbukti, tak ada tanda kekusaman yang muncul. Aih, aku jadi iri. (Mimpimu Apa? – Ardyan Amroellah)
Catatan:
·
Teknik ini hampir
mirip dengan Sudut Pandang Orang Ketiga. Hanya saja narator ikut terlibat
sebagai tokoh.
·
“Aku” hanya
mengomentari apa yang dilihat dan didengar saja. “Aku” bisa mengungkap apa yang
dirasakan atau dipikirkan tokoh utama, tapi hanya berupa dugaan dan kemungkinan
berdasar apa yang “aku” amati dari tokoh utama.
2.
Sudut Pandang Orang Pertama Jamak
Ini mirip dengan Sudut Pandang Orang Pertama
Tunggal, hanya saja menggunakan kata ganti “kami”. Narator menjadi seseorang
dalam cerita yang bicara mewakili beberapa orang atau sekelompok orang.
Contoh:
Siang itu kami berkerumun di teras masjid, membahas isu hangat yang merebak di pondok. Secara beruntun, barang-barang kami hilang. Mi instan, uang, buku, hingga celana dalam. Hal terakhir itu sangat keterlaluan. Ajaibnya, kami berempat sama. Celana dalam kami habis. Percayalah, hanya sarung yang kami pakai saat ini. (Ronaldo Dari Brazil – Anin Mashud)
Contoh:
Siang itu kami berkerumun di teras masjid, membahas isu hangat yang merebak di pondok. Secara beruntun, barang-barang kami hilang. Mi instan, uang, buku, hingga celana dalam. Hal terakhir itu sangat keterlaluan. Ajaibnya, kami berempat sama. Celana dalam kami habis. Percayalah, hanya sarung yang kami pakai saat ini. (Ronaldo Dari Brazil – Anin Mashud)
3.
Sudut Pandang Orang Kedua
Penulis adalah narator yang sedang berbicara
kepada kata ganti “kamu” dan menggambarkan apa yang dilakukan “kamu” atau “kau”
atau “anda”.
Contoh:
Ini hari pertamamu masuk kerja. Harus sempurna! Maka jadi sejak tiga sejam lalu, kau sibuk bolak-balik di depan cermin. Mengecek baju, rambut, sampai riasan di wajahmu. Lalu setelah kau memulaskan lipgloss sebagai sentuhan final yang kau rasa akan memesona teman-teman barumu di kantor nanti, kau mengambil parfum. Menyemprotkannya di belakang telinga, pergelangan tangan, selangkangan, dan ke udara. Sedetik berikutnya, kau melewati udara beraroma lili dan lavender itu, berharap supaya wanginya menempel di rambut dan blazer barumu. (Novel The Girls’ Guide to Hunting and Fishing – Melissa Bank)
Catatan;
Contoh:
Ini hari pertamamu masuk kerja. Harus sempurna! Maka jadi sejak tiga sejam lalu, kau sibuk bolak-balik di depan cermin. Mengecek baju, rambut, sampai riasan di wajahmu. Lalu setelah kau memulaskan lipgloss sebagai sentuhan final yang kau rasa akan memesona teman-teman barumu di kantor nanti, kau mengambil parfum. Menyemprotkannya di belakang telinga, pergelangan tangan, selangkangan, dan ke udara. Sedetik berikutnya, kau melewati udara beraroma lili dan lavender itu, berharap supaya wanginya menempel di rambut dan blazer barumu. (Novel The Girls’ Guide to Hunting and Fishing – Melissa Bank)
Catatan;
·
Pembaca diperlakukan
sebagai pelaku utama sehingga membuatnya menjadi merasa dekat dengan cerita
karena seolah menjadi tokoh utama
·
Penulis harus
konsisten tak menyebut “aku” untuk berbicara dengan tokoh utama.
4.
Sudut Pandang Orang Ketiga Tunggal.
Penulis ada di luar
cerita tak terlibat dalam cerita. Penulis juga menampilkan para tokoh dengan
menyebut namanya atau kata ganti “dia”.
A.
Sudut Pandang Orang Ketiga Mahatahu.
Penulis seperti Tuhan dalam karyanya, yang mengetahui segala hal tentang semua tokoh, peristiwa, tindakan, termasuk motif. Penulis juga bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lain. Bahkan bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan para tokohnya.
Contoh:
“Ibrahim?!”
“Ya, Ibrahim. Seperti itulah tugasnya setelah dipanggil pulang…”
Jawaban itu tak memuaskan, Ranju masih dliputi ketakpercayaan saat si guide bertudung memintanya melanjutkan jalan. Secepat Ranju berkedip, secepat itu Ranju menjumpai pantai di matanya. Dan itu membuat Ranju mulai percaya ini tak dunia? Tidak, hatinya masih penuh logika. Meski Ranju ingat, dia tadi berjalan diatas air, dia tadi menghirup susu di parit kecil pinggir jalan, dia tadi menatap wanita–wanita elok yang menyapa genit. Ranju bermain–main di pikiran sampai–sampai si guide bertudun menyentak lengannya. Ranju terpaku diluar pagar sebuah rumah kecil serupa rumah keluarga Amerika kelas menengah. (Lelaki Di Tengah Lapangan – Ardyan Amroellah)
Penulis seperti Tuhan dalam karyanya, yang mengetahui segala hal tentang semua tokoh, peristiwa, tindakan, termasuk motif. Penulis juga bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lain. Bahkan bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan para tokohnya.
Contoh:
“Ibrahim?!”
“Ya, Ibrahim. Seperti itulah tugasnya setelah dipanggil pulang…”
Jawaban itu tak memuaskan, Ranju masih dliputi ketakpercayaan saat si guide bertudung memintanya melanjutkan jalan. Secepat Ranju berkedip, secepat itu Ranju menjumpai pantai di matanya. Dan itu membuat Ranju mulai percaya ini tak dunia? Tidak, hatinya masih penuh logika. Meski Ranju ingat, dia tadi berjalan diatas air, dia tadi menghirup susu di parit kecil pinggir jalan, dia tadi menatap wanita–wanita elok yang menyapa genit. Ranju bermain–main di pikiran sampai–sampai si guide bertudun menyentak lengannya. Ranju terpaku diluar pagar sebuah rumah kecil serupa rumah keluarga Amerika kelas menengah. (Lelaki Di Tengah Lapangan – Ardyan Amroellah)
B. Sudut
Pandang Orang Ketiga Terbatas.
Penulis melukiskan segala apa yang dialami tokoh hanya terbatas pada satu orang atau dalam jumlah yang sangat terbatas. Penulis tak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja.
Contoh:
Selalu ada cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Dia akan menikmati bagaimana lampu-lampu jalan berpendar seperti kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yang berderet tak putus acap kali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai. (Lagu Malam Braga – Kurnia Effendi)
Penulis melukiskan segala apa yang dialami tokoh hanya terbatas pada satu orang atau dalam jumlah yang sangat terbatas. Penulis tak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat hanya pada satu atau dua tokoh saja.
Contoh:
Selalu ada cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Dia akan menikmati bagaimana lampu-lampu jalan berpendar seperti kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yang berderet tak putus acap kali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai. (Lagu Malam Braga – Kurnia Effendi)
C.
Sudut Pandang Orang Ketiga Objektif
Narator melukiskan semua tindakan tokoh dalam cerita namun tak mengungkapkan apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh cerita. Penulis hanya boleh menduga apa yang dipikirkan, atau dirasakan oleh tokoh ceritanya.
Contoh:
Si lelaki tua bangkit dari kursinya, perlahan mengeluarkan pundi kulit dari kantung, membayar minuman dan meninggalkan persenan setengah peseta. Si pelayan mengikutinya dengan mata ketika si lelaki tua keluar. Seorang lelaki yang sangat tua yang berjalan terhuyung tetapi tetap dengan penuh harga diri.
“Kenapa tak kau biarkan saja dia minum sampai puas?” tanya si pelayan lain. Mereka berdua menurunkan semua tirai. “Belum jam setengah dua.” lanjutnya.
“Aku ingin cepat pulang dan tidur.” (Tempat yang Bersih Terang – Ernst Hemingway)
Narator melukiskan semua tindakan tokoh dalam cerita namun tak mengungkapkan apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh cerita. Penulis hanya boleh menduga apa yang dipikirkan, atau dirasakan oleh tokoh ceritanya.
Contoh:
Si lelaki tua bangkit dari kursinya, perlahan mengeluarkan pundi kulit dari kantung, membayar minuman dan meninggalkan persenan setengah peseta. Si pelayan mengikutinya dengan mata ketika si lelaki tua keluar. Seorang lelaki yang sangat tua yang berjalan terhuyung tetapi tetap dengan penuh harga diri.
“Kenapa tak kau biarkan saja dia minum sampai puas?” tanya si pelayan lain. Mereka berdua menurunkan semua tirai. “Belum jam setengah dua.” lanjutnya.
“Aku ingin cepat pulang dan tidur.” (Tempat yang Bersih Terang – Ernst Hemingway)
5.
Sudut Pandang Orang Ketiga Jamak
Penulis menuturkan cerita berdasarkan persepsi
atau kacamata kolektif. Penulis akan menyebut para tokohnya dengan menggunakan
kata ganti orang ketiga jamak; “mereka”.
Contoh:
Pada suatu hari, ketika mereka berjalan-jalan dengan Don Vigiliani dan beberapa anak lelaki dari kelompok pemuda. Dalam perjalanan pulang, mereka melihat ibu mereka di sebuah kafe di pinggir kota. Dia sedang duduk di dalam kafe itu; mereka melihatnya melalui sebuah jendela dan seorang pria duduk bersamanya. Ibu mereka meletakkan syal tartarnya di atas meja. (Ibu – Natalia Ginzburg)
Contoh:
Pada suatu hari, ketika mereka berjalan-jalan dengan Don Vigiliani dan beberapa anak lelaki dari kelompok pemuda. Dalam perjalanan pulang, mereka melihat ibu mereka di sebuah kafe di pinggir kota. Dia sedang duduk di dalam kafe itu; mereka melihatnya melalui sebuah jendela dan seorang pria duduk bersamanya. Ibu mereka meletakkan syal tartarnya di atas meja. (Ibu – Natalia Ginzburg)
6.
Sudut Pandang Campuran
Penulis menempatkan dirinya bergantian dari
satu tokoh ke tokoh lainnya dengan sudut pandang yang berbeda-beda. “aku”,
“kamu”, “kami”, “mereka”, dan atau “dia”.
Catatan:
Catatan:
·
Biasanya teknik ini
dipakai dalam cerita yang membutuhkan halaman banyak.
·
Perlu ketelitian dalam
setiap fragmen saat penulis mengubah sudut pandang.
SUDUT PANDANG ORANG
KEDUA: PENJELASAN KHUSUS
Dibandingkan unsur–unsur pembentuk cerita
lainnya, penulis–penulis Indonesia cenderung lambat dalam mengeksperimen dan
membarui penggunaan sudut pandang dalam penerapannya pada karya. Selama ini
secara umum kita hanya mengenal dua macam sudut pandang, yaitu Sudut Pandang
Orang Pertama dan Sudut Pandang Orang Ketiga. Sama sekali tak ada teori dan
penggunaan Sudut Pandang Orang Kedua. Mengapa seperti itu? Jawaban semua
penulis rata–rata sama. Sulit.
Sebagai gambaran singkat. Misalnya seseorang
yang bernama Andi, bercerita kepada temannya, Budi. Ada dua kemungkinan: Andi
menceritakan dirinya dengan berkata, “Pagi ini aku berangkat pagi.” Dalam hal
ini, Andi menggunakan sudut pandang orang pertama (aku). Kemungkinan kedua,
Andi menceritakan orang lain. Misalnya dengan, “Tadi siang dia makan siang.” Di
sini, Andi menggunakan sudut pandang orang ketiga (dia).
MUNGKINKAH ANDI
BERCERITA KEPADA BUDI TENTANG BUDI?
Dalam keadaan normal, kejadian semacam ini
mustahil terjadi sebab apa yang dialami Budi tentunya Budi sendiri yang lebih
tahu. Hal itu seperti mengharapkan dalang bercerita soal Arjuna kepada Arjuna
yang menontonnya. Jelas Arjuna lebih tahu kisah dirinya sendiri dibanding
dalang. Itu jika normal. Jika tak normal apakah bisa? Dan bagaimana praktiknya
jika bisa?
Kembali ke pengandaian diatas. Jawabannya
adalah bisa saja ketika Arjuna kehilangan informasi tentang dirinya atau
kejadian yang dialaminya, karena mungkin dia pingsan atau tidur, lalu Arjuna
minta keterangan dalang sehingga dalang akan menginformasikan, “Waktu tidur
tadi kau berjalan keluar kamar, tapi matamu meram.” Kondisi terakhir ini dapat
melahirkan sudut pandang orang kedua (kau, kamu) asalkan dalang konsisten tak
menyebut dirinya sebagai “aku”.
Dalam bentuk cerita, pembaca hanya akan
melihat Arjuna yang disapa dengan kata ganti ”kau”, sedangkan dalang tak
terlihat dan dianggap oleh pembaca sebagai penulis cerita. Jika dalang tergoda
untuk memasukkan dirinya ke dalam peristiwa, misalnya dengan menambahkan, “Lalu
aku menepuk pundakmu,” maka sudut pandang berubah menjadi orang pertama. Tetapi
sudut pandang akan tetap orang kedua jika dalang menceritakan dirinya tidak
dengan kata ganti orang pertama, misalnya dengan mengatakan, “Lalu seseorang
menepuk pundakmu.”
Dari pengertian ringkas di atas, dapat dimengerti
jika sudut pandang orang kedua jarang sekali dipraktikkan oleh para penulis.
Tapi bukan berarti tak ada. Coba baca Dadaisme karya Dewi Sartika, Cala Ibi
karya Nukila Amal, dan Kabar Buruk dari Langit buatan Muhiddin M. Dahlan. Meski
sudut pandang orang kedua pada ketiga novel ini tidak utuh atau tidak
sepenuhnya dipakai dalam keseluruhan novel.
Kamis, 31 Januari 2013
Karya Tulis Sederhana kelas XI
Pengaruh
Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Produksi Pangan di Kabupaten Cianjur
Dibuat
untuk memenuhi tugas pelajaran bahasa Indonesia
Makalah
Disusun
oleh,
Musa
Aleksander Sidik
Kelas
XI IPS 3
SMA NEGERI 2 CIANJUR
JLN. SILIWANGI NO 9 CIANJUR
2013
Kata
Pengantar
Puji dan Syukur saya panjatkan ke hadirat
Ilahi Robby, karena berkat rahmat dan hidayahNya saya berhasil menyelesaikan
karya tulis ilmiah ini.
Penulisan karya tulis
ilmiah ini dibuat, selain untuk memenuhi tugas mata pelajaran bahasa Indonesia
juga sebagai sarana untuk menambah wawasan saya mengenai Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap
Produksi Pangan di Kabupaten Cianjur. Karena sebagai generasi muda tidaklah
salah apabila memahami keadaan permasalahan yang diungkapkan dalam judul
makalah ini.
Dalam penulisan ini,
saya selaku penulis banyak dibantu oleh beberapa pihak sehingga tidak lupa saya
ucapkan terimakasih kepada ,
1. ..................................... selaku
.........
2. ...................................... selaku
.......
3. ...................................... selaku
.........
Penulis sudah berusaha
sebaik baiknya, supaya karya tulis ini dapat disajikan dalam bentuk yang
sempurna, namun penulis menyadari apabila penulisannya belum sempurna, sehingga
apabila pembaca mengetahui kekurangan dari karya tulis ini, penulis sangat
terbuka dengan sumbang saran dan keritiknya untuk bekal penulis dalam penulisan
karya tulis yang lain. Semoga karya tulis ini bermanfaat untuk semua pembacanya
Cianjur, Januari 2013
Daftar Isi
Kata
Pengantar
.......................................................................................................... i
Daftar Isi
................................................................................................................
ii
Daftar
Gambar
...........................................................................................................
iii
Daftar
Grafik
..............................................................................................................
iv
I.
Pendahuluan
......................................................................................................... 1
I.1.
Latar Belakang
.................................................................................................. 1
I.2.
Rumusan masalah
............................................................................................. 1
1.3.
Tujuan Penilisan
...................................................................................................
1
1.4.
Manfaat Penulisan
................................................................................................
2
1.5.
Metode Penulisan ................................................................................................. 2
1.6.
Landasan Teori
.................................................................................................... 3
II
Pembahasan ..........................................................................................................
II.1.
.......................................................................
II.2.
........................................................................
III.
3 .......................................................................
.
.
.
.
.
.
.
.
III.
Penutup
.................................................................................................................
12
III.1.
Kesimpulan ......................................................................................................... 12
III.2.
Saran
.................................................................................................................. 12
Daftar
Pustaka ........................................................................................................... 13
Biografi
....................................................................................................................... 14
Daftar Gambar
Hal
1.
Gambar II.1.1. Panen Padi ...................................................................................4
2.
Gambar II.1.2. Pengairan tradisional sawah yang masih
baik ..............................4
3. Gambar. II.2. 1. Gambar pengolaan
sawah tradisional ...................................... 7
4. Gambar II.2.2 Pengolahan sawah secara modern
.........................................
8
Pengaruh
Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Produksi Pangan di Kabupaten Cianjur
I.Pendahuluan
I.1. Latar
belakang masalah
Cianjur
sudah sejak lama dikenal sebagai salah satu penghasil padi terbesar di Jawa Barat.
Padi yang dihasilkan para petani di Cianjur sangat dikenal tidak hanya di
wilayah Jawa Barat tetapi sudah di akui oleh masyarakat Indonesia secara
menyeluruh. Meskipun di wilayah lain di Nusantara ini daerah yang disebut
lumbung padi pun ada seperti di Sumatera Barat terkenal dengan penghasil padi
dari wilayah Kabupaten Solok, kemudian di Sulawesi Selatan ada wilayah yang
disebut Minahasa, tetapi dari sekian banyak daerah di Nusantara ini wilayah Cianjur
terkesan yang paling terkenal, terutama dengan produk pangan yang paling
dikenal dengan nama Pandan wangi.
Nama besar Cianjur yang
selama ini disandang sebagai penghasil pangan terbaik di Nusantara, lama
kelamaan akan memudar, hal ini karena kebijakan pemerintah daerah yang seakan
akan kurang memperhatikan kelestarian lahan dan kelestarian paritas unggul yang
ada di Cianjur yaitu ketersediaan lahan untuk tetap dapat menanam padi unggul
Pandan wangi.
Kondisi memrihatinkan
ini, membuat saya selaku warga Cianjur, tertarik untuk mengamati, sampai
seberapa jauh kondisi pertanian di Cianjur terutama yang berhubungan dengan
ketahanan dan kelestarian pangan, karena saya melihat kondisi sekarang ini
banyak lahan pertanian di Cianjur yang berubah fungsi menjadi lahan pemukiman
dan lahan industri.
I.2. Rumusan
masalah
Dengan melihat latar belakang di atas maka penulis
mencoba merumuskan masalah sebagai berikut:
I.2.1. Berapa luas lahan pertanian yang beralih
fungsi menjadi lahan pemukian
di Cianjur
dalam satu tahun?
I.2.2. Bagaimana supaya farietas unggul Pandan Wangi
tetap lestari di Cianjur?
I.2.3. Bagaimana kebijakan Pemeritatah Daerah
Cianjur dalam mempertahankan
dan
melestarikan ketahanan pangan di Kabupaten Cianjur?
I.3. Tujuan
Penulisan
I.3.1. untuk mengetahui luas lahan pertanian yang
beralih fungsi menjadi lahan
pemukian di Cianjur dalam satu
tahun.
I.3.2. Untuk
mengetahui upaya melestarikan farietas
unggul Pandan Wangi
lestari di Cianjur?
I.3.3. Ingin mengetahui kebijakan Pemeritatah Daerah
Cianjur dalam
mempertahankan dan melestarikan ketahanan pangan di Kabupaten
Cianjur?
I.4. Manfaat
Penelitian
Penulisan makalah ini dlakukan dengan tujuan supaya saya khususnya dan
masyarakat Cianjur pada umumnya mau peduli terhadap kekayaan alam Cianjur yang
selama ini sudah dikenal oleh masyarakat luas di Nusantara, terutama unutk
menjaga ketahanan pangan agar Cianjur tetap sebagai lumbung padi nasional.
I.5. Teknik
Penulisan
Karena keterbatasan waktu, biaya dan pengetahuan
penulis maka dalam penulisan makalah ini menggunakan metode studi pustaka dan
pengamatan.
II. Pembahasan Masalah
I I.1. Luas lahan pertanian yang beralih fungsi
menjadi lahan pemukian
di Cianjur dalam satu tahun.
Cianjur yang memiliki luas ....Km persegi, yang
merupakan lahan pertanian sawah ....km pesegi, pemukiman penduduk ...km
persegi, seiring dengan pertambahan waktu semuanya semakin bertambah, namun
sayang lahan pertanian tidak bertambah luas malah sebaliknya bertambah sempit,
dari data yang saya peroleh, luas cianjur yang ...km persegi pada tahun 1990
memiliki lahan pertanian.... km persegi pada tahun 2000 lahan pertanian menjadi
... km persegi dari data tersebut kita bisa merata ratakan bahwa setiap tahun
lahan pertanian yang menhilang mencapai .... km persegi
Gambar II.1.1
Panen padi
Gambar. II.1.2
Pengairan tradisional sawah yang
masih baik
II.2.
Upaya supaya farietas unggul
Pandan Wangi tetap lestari di Cianjur?
Untuk melestarikan parietas unggul Pandan wangi, beberapa kalangan
masyarakat menghimbau kepada pemerintah untuk senantiasa menyedialkan bibit
tanaman unggul dari parietas tersebut, usahan ini direspon cukup baik oleh pemerintah daerah dengan menyedianakn
bibit unggul parietas tersebut, selain itu pemerintah daerah pun melalaui Dinas
pertanian menyediakan penyuluh pertanian supaya petani dapat melakukan
penanaman sebagaimana mestinya.
.........
Gambar
II.2.1
Pengolaan sawah tradisional
..................................................................
Gambar
II.2.2
Pengolahan sawah secara modern
Gambar II.2.3
Sawah dengan pengairan yang baik
III.2. Kebijakan Pemeritatah Daerah Cianjur dalam
mempertahankan
dan
melestarikan ketahanan pangan di Kabupaten Cianjur
Gambar III.2.1
Sawah yang terdesak Perumahan
Gambar III.3.1
Pengairan teknis yang baik
III. Penutup
III.1. Kesimpulan
III.2. Saran
Dengan melihat uraian makalah di atas yang membahas
cara pelestarian dan penguatan pangan diharapkan para pembaca makalah ini dapat
merealisasikannya dalam kehidupan karena kita semua mengetahui bahwa sampai
saat ini bahan pokok hidup masyarakat Indonesia belum bisa diganti selain makan
nasi.
Daftar
Pustaka
Biografi
Nama:
Alamat:
Tempat/ Tanggal lahir :
Hobi :
Cita- cita :
Moto hidup/ pandangan hidup:
Riwayat sekolah :
TK : TK Aisiah lulus tahun 1978
SD : SDN Selajambe 2 Sukaluyu lulus tahun 1984
SMP : SMPN 1 Karangtengah Cianjur lulus tahun 1987
SMA : SMAN 2 Bandung lulus tahun 1990
Langganan:
Postingan (Atom)